Srawungku Karo Sastra Jawa

Home » » Kata Mereka

Kata Mereka



Hangesti :

Wah tulisan bapak memang asyik dan memukau.Saya baru saya membeli kerajaan raminten, ternyatabuku kedua. Gadis tangsi habis, buku ketiga jugasudah habis, tapi kata petugas toko sudah pesanlagi.Selamat terus menulis, dan saya terus membaca


Prof. Dr. Suripan Sadi Hutomo :

"Kaya dene Any Asmara, Widi Widayat, Drs. Soetarno, Suparto Brata (= Peni, Tera ) iki sawidjine "tukang tjrita" nanging anduweni tjengkok kang chas, ora kaja "tukang kentrung". Basane umume lantjar, prasadja, nanging ampang. Kontemplasi ngenani panguripane manungsa in donja iki diliwati dene numpak sepur ngliwati stasiun-stasiun" (Penjebar Semangat No. 30 th. 38, 8 Agustus 1972)


Drs. Th. Koendjono, SJ. :

"Terhadap karya novelis bahasa Jawa Peni, yang judulnya Katresnan Kang Angker, saya terkesan sekali. Kalau ia (pengarangnya, Suparto Brata) punya waktu, ia tentu dapat menghasilkan karya yang sejajar dengan Salah Asuhan karya Abdul Muis. " (Harian Kompas, Jakarta, 29 Oktober 1973)

Drs. Jakob Sumardjo :

"Novel-novelnya yang bercorak dengan tema percintaan tak terhitung jumlahnya dalam bahasa jawa. Tetapi ia juga menulis novel dengan corak silat, misalnya Geger Boyolali. Berbeda dengan novel-novelnya, cerita pendek Suparto Brata dalam bahasa Jawa justru lebih punya bobot sastra. Pengaruh penggunaan bahasa ibu ini bukan tak ada pengaruhnya dalam karya-karya Indonesianya. Gaya bahasanya kadang masih nampak pengaruh itu ". (Pengantar Novel Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1991)

J.J. Ras :

"Suparto Brata merupakan pengarang yang paling banyak menghasilkan karya sastra yang bertema cerita detektif. Suparto Brata menghasilkan enam buah karya sastra, dan Any Asmara hanya dua buah karya sastra. Selain dari pada itu kelebihan pengarang SUparto Brata tampak dari caranya mengolah bahasa, dialog-dialog dan gaya penuturannya yang hidup, imajinasi dan kemampuannya membangun plot yang bagus membuatnya menjadi penulis novel Jawa terbaik pada zamannya. " (Bunga Rampai Sastra Jawa Mutakhir, (Seri Terjemahan Javanologi) Grafitipers, Jakarta 1985)

Iovann Budiatman St. :

"Selera dan gaya humor setiap orang berbeda, tergantung dari lingkungan, pandangan hidup dan tingkat rasa humor, khususnya lebih tampak pada para pencipta humor, baik pelawak, kartunis, sastrawan, seniman panggung atau mereka yang suka melucu dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dari mereka yang memiliki gaya khas adalah Suparto Brata. Dia bukan seorang pelawak ataupun humoris, melainkan seorang cerpenis dan novelis yang terkenal karena karyanya dalam bahasa Jawa. Tersirat dalam karyanya dibumbui dengan humor-humor kecil...." (Humor Gaya Suparto Brata, Surabaya Post, 1 Oktober 1979)

Prof. Dr. Budi Darma :

"Suparto Brata bukan pengarang sekedar produktif, tetapi amat sangat luar biasa produktif sekali. Ketika masih muda dia sanggup menulis setiap hari delapan lembar. Rutin. Bayangkan, sehari delapan lembar tanpa perlu revisi. Baginya menjadi penulis tidak lain identik dengan dengan menjadi perajin. Dalam dunia tulis-menulis, dia bisa menulis dengan enak mengenai segala macam hal." (Suparto Brata: Pengarang Serba Bisa, Harian Kompas, Jakarta, Februari 2001)

Ajip Rosidi:

"Suparto Brata secara sadar menggunakan dialek Surabaya, beliau adalah pelopor dalam menggunakan dialek dalam sastera Jawa. Tidak hanya dalam percakapan, melainkan dalam deskripsi juga. Menggunakan dialek dalam karya tulis memerlukan pengenalan dan penguasaan akan bahasa dialek juga. Biasanya dialek dalam media cetak hanya berupa lelucon dan corat-coret ringan saja. Tapi Suparto Brata menggunakannya untuk menulis karya sastra yang lebih serius. Percakapan antartokoh terasa akrab, spontan, plastis, lugas." (Hadiah Sastera "Rancage" 2001)

Prof. Dr. Sapardi Djoko Darmono :

"Andaikata kita menyusun sebuah antologi Sastra Nusantara Klasik kita muat tulisan-tulisan Hamzah Fansuri, Hasan Mustapa, Ranggawarsita dan penulis-penulis lainnya yang klasik. Tetapi kalau kita menyusun antologi Sastra Indonesia naman-nama Hasan Mustapa dan Ranggawarsita tidak kedapatan lagi, padahal kenyataannya mereka itu ada. Barangkali ada juga karya sastra bahasa Sunda atau Jawa yang baik, yang seharusnya dikutsertakan kalau kita menyusun antologi Sastra Indonesia terutama yang sengaja disusun untuk bangsa lain. Apakah kita tidak akan pernah memperkenalkan Suparto Brata, misalnya sebagai penulis Indonesia?". (Majalah Horison, Jakarta, Oktober 1973)


Ratun Untoro :

Suparto Brata’s way of thinking used priyayi ideology was reflected in his works because he is a priyayi. It, then, becomes his characteristic in lietrary works (the characteristic of novel priyayi). The characteristic opposes the priyayi and the non-priyayi with the disadvantages and loss of the non-priyayi at the end of the story. The Suparto Brata way of thinking was similar to the novel priyayi developed during 1920’s to 1930’s. Hence, it is proved that Suparto Brata has not made new style of Javanese literary works but, as a productive author, he establishes more about novel priyayi and promoted it.

Tesis Studi Ilmu Sastra jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Desember 2006





Tags:

1 comments to "Kata Mereka"

  1. Anonymous says:
    This comment has been removed by a blog administrator.

Leave a comment