Satu kata yang pas untuk karya ini “hebat”. Ya. Itulah kata yang pas, setelah saya membaca karya besar ini. Saya sangat takjub dengan tema yang diangkat oleh sang penulis. Suparto dengan berani mengungkapkan bagaimana keadaan suatu wilayah, bagaimana kebudayaan, dan bagaimana realitas kehidupan budaya tersebut yang menentang budayanya.
Saya sangat kaget pada ending cerita karena sangat berbeda dengan prediksi yang ada dalam benak saya saat belum selesai membacanya. Saya mengira bahwa ceritanya akan berending sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Ternyata tidak. Sungguh hebat,
Teyi…..itulah nama tokoh utama yang terdapat dalam novel ini. Seorang gadis cilik yang hidup dalam lingkungan tangsi yang keras. Hidup dengan penuh perjuangan demi memenuhi cita-cita orang tuanya. Menurut saya, dalam cerita ini terdapat ekploitasi pada anak. Kenapa? Karena dalam cerita ini, bagaimana seorang gadis kecil, dipaksa oleh ibunya untuk selalu bekerja, bekerja dan bekerja demi menupulkan uang lebih banyak demi alasan agar biasa kaya.
Semangat sang ibu untuk mengumpulkan kekayaan ini terpicu kala seorang kerabatnya (adik iparnya) yang bernama Yu Camik yang menuduh dia sebagai seorang perempuan miskin yang hanya bisa mengharapkan kekayaan dari keluarga suaminya. Tentu saja Raminem – ibu Teyi – sangat panas mendengarkannya. Siapapun yang manusia, jika dituduh seperti hal itu, padahal dia tidak pernah mengharapkan hal tersebut, tentu akan merasakan hal yang sama dengan Raminem.
Teyi….sang tokoh cilik, patuh mengikuti kemauan ibunya, walaupun sering juga menggerutu, dan merasa iri pada teman-temannya. Siapa yang tidak iri, jika anak-anak yang seusianya dengan sangat bebas bermain sesuka hati mereka tanpa ada kekangan dan batasan dari orang tua. Itulah yang dialami Teyi. Dia menjual gorengan dari pagi sampai gorengan itu habis. Setelah habis pun dia tidak boleh bermain-main, jika tetap bermain tentu akan mendapatkan tambahan omelan.
Yang menarik bagi saya adalah watak dari Teyi. Dia anak yang patuh terhadap apa yang dikatakan ibunya, namun dibalik kepenurutan itu dia juga punya watak yang keras. Tekad yang kuat, dan rasa ingin tahu yang besar. Teyi selalu terangsang terhadap hal-hal baru yang ingin diketahuinya. Pergaulan dengan teman-teman yang berbagai macam karakter membuat Teyi belajar atas semua hal.
Teyi seorang gadis cilik yang hidup dalam kehidupan tangsi, adalah gambaran realitas yang mungkin bisa kita pelajari. Bagaimana kehidupan zaman dahulu, semasa penjajahan Belanda. Novel ini juga memperlihatkan interaksi antara pribumi dengan bangsa penjajah, Belanda. Kehidupan tangsi yang bebas membentuk tokoh ini menjadi seorang gadis yang liar tapi masih tetap mengingat aturan-aturan yang diajarkan oleh ibunya. Teyi yang berteman dengan anak-anak tangsi dengan berbagai karakter. Kehidupan seks anak kecil juga tergambar dalam novel ini. Bagaimana seorang anak kecil yaitu tokoh Keminik yang sudah melakukan hubungan seks dengan Gemi – seorang yang sudah beristri – bahkan dengan teman sepermainannya yaitu sumbing. Ajaran-ajaran seks yang dimasukkan oleh tokoh Kemini dalam otak Teyi telah melekat erat dalam pikiran Teyi. Dia melihat langsung hubungan persetubuhan temannya geminik dengan Suami dari lik Gemi, dan dia juga melihat adegan ciuman yang dilakukan oleh Keminik dengan sumbing. Semua itu merupakan hal yang menjijikkan bagi teyi. Pernah dia punya hasrat untuk melakukan hal yang seperti temannya, tapi segera ditepis dari benaknya. Karena dia takut simbok marah. Yang menjadi pagar dan benteng Teyi adalah Raminem. Dia sangat takut pada simboknya. Dia tidak ingin simboknya marah. Itulah kehidupan liar yang tergambar dalam novel ini
Ada seorang tokoh yang ingin mengubah karakter tokoh cilik ini, yaitu Putri Parasi, seorang putri keturunan kerajaan Solo. Dia seorang keponakan dari Sri Baginda Ingkang Sinuwun. Dia hidup dalam lingkungan kerajaan yang penuh dengan tata krama dan aturan kerajaan. Putri Parasi adalah salah satu dari hasil didikan kerajaan yang baik. Dia serang putri yang cerdas dan ayu, serta mengetahui dan menjalankan segala aturan kerajaan dengan baik.
Awal mula pertemuan antara Putri Parasi dengan Teyi adalah saat Teyi yang sengaja lewat loji (tempat tinggal pejabat tangsi) Putri Parasi dan kapten Sarjubehi. Rumah yang ditumbuhi pohon mangga dengan buah yang sangat menggiurkan bagi siapapun yang selalu ke sana. Sebelumnya Teyi diajak oleh teman-temannya untuk memakan mangga yang dirujak. Teyi ragu untuk memenuhi ajakan itu, karena dia merasa bahwa mangga itu didapat dengan cara yang tidak halal. Ibunya selalu mengingatkan untuk tidak mencuri atau memiliki hal yang tidak menjadi hak miliknya. Walaupun keras dan terkesan sedikit kejam, ibu Raminem tetap menanamkan nilai-nilai luhur bagi pelajaran hidup anaknya. Dibalik kekerasan sikapnya itu, dia ingin membentuk anaknya berbeda dengan yang lain, tentu dengan menggunakan caranya sendiri.
Untuk menguatkan hatinya agar tidak ikut makan buah mangga yang dirujak itu, Teyi segera meninggalkan teman-temannya itu dan menjajakan gorengannya seperti biasa. Kali ini dia mencoba melewati rumah pemilik pohon mangga yang dicuri oleh Keminik dan teman-temannya tadi, dengan harapan dia bisa mendapatkan mangga dari sang pemilik rumah tersebut. Saat menjajakan itulah Ninek Jidan melihat Teyi yang menjajakan gorengan dan membeli gorengannya. Merekapun bercakap-cakap sebentar. Melalui cerita Ninek Jidan Teyi mengetahui tentang Putri Parasi walalupun pada awal kesana dia tidak melihat siapa-siapa kecuali Ninek Jidan. Ninek jidan adalah pengasuh Putri Parasi sejak kecil. Beliau bagaikan pengganti dari ibunda Putri Parasi. Namun begitu, Ninek jidan tetap mengabdi sebagai seorang pengasuh pada Putri Parasi.
Saat datang untuk yang kedua kalinya…..Teyi barulah bertemu dengan Putri Parasi. Dia sangat takjub akan kecantikan putri tersebut, karena belum pernah seumur hidup dia bertemu dengan orang yang secantik Putri Parasi. Bagaikan seorang putri dalam cerita-cerita dongeng yang ada dalam benaknya. Maka terjadilah interaksi Antara mereka yang efektif setiap harinya. Teyi selalu kesana, setelah siang, setelah gorengannya habis, atau tinggal sedikit. Jika gorengan itu tidak habis, maka Ninek Jidan lah yang akan memborong semuanya.
Kehadiran Teyi setiap hari menumbuhkan semangat Putri Parasi. Dia bagaikan punya teman dan mengingatkan dia kembali pada keluarga dikerajaan. Disini Putri Parasi sudah bertekad, bahwa dia tidak akan pulang kekerajaan setelah empat tahun. Dia akan setia mendampingi suaminya dimanapun beliau ditugaskan, meskipun dengan keadaan yang sangat jauh berbeda dengan kondisi kerajaan. Hidup dengan sederhana dan bersahaja.
Disinilah bermulanya hubungan antara keduanya. Sedikit demi sedikit Putri Parasi mengajarkan pada Teyi tentang tatakrama dan cara hidup dalam kerajaan. Mulai dari bahasa dan bertingkah laku. Teyi sangat senang akan semua ini. Dia bagaikan hidup dalam dunia mimpi dan khayalan. Semua yang diajarkan oleh Putri Parasi dijalankan dengan sangat baik dan tepat. Hubungan pertemanan ini tidak mendapat restu dari Raminem, ibu Teyi. Dia tidak mengizinkan anaknya dekat-dekat pada keluarga kerajaan itu, karena takut sesuatu akan menimpa anaknya. Takut anaknya akan dijadikan munci (gundik, atau selir). Bagi sebagian besar penduduk tangsi, dimunci oleh orang kaya apalagi oleh orang kerajaan merupakan sesuatu yang terhormat dan akan mendapatkan kesenangan hidup dengan kecukupan harta. Tapi lain halnya dengan Raminem. Dia tidak ingin anaknya dimunci, dia ingin anaknya memiliki status pernikahan yang jelas. Tidak seperti selir, yang tidak memiliki status pernikahan yang jelas.
Putri Parasi sangat menyayangi Teyi. Dia sudah bertekad untuk menjadikan Teyi sebagai anak didiknya yang hebat. Segala hal diajarkan. Sampai pada baca tulis Belanda juga diajarkan. Disinilah Teyi berubah. Teyi punya dua kehidupan yang berbeda. Di dalam loji Putri Parasi dia menjadi seorang Teyi yang pintar dan bertatakrama seperti orang kerajaan, sedangkan di luar loji dia tetap sebagai Teyi yang seperti biasa. Tidak satupun dari teman-temannya yang mengetahui hubungan rahasia antara Teyi dan Putri Parasi kecuali orang yang berada dalam loji itu saja, yaitu Ninek Jidan dan Kapten Sarjubehi yang merupakan suami dari Putri Parasi yang menjadi kapten di tangsi ini.
Sebagai seorang guru, Putri Parasi adalah guru yang luar biasa sabar. sedangkan sebagai seorang putri, dia adalah seorang yang cerdas dan penuh tatakrama dengan segudang kepandaian. Itu semua di tularkan pada Teyi. Putri Parasi bercita-cita untuk mencarikan seorang suami untuk Teyi. Dia menginginkan Teyi menikah dengan seorang pangeran yang ada di istana Jayaningratan. Kerajaan tempat Putri Parasi lahir dan dibesarkan. Tekad dan semangat ini sangat kuat. Namun sayang…..beberapa hari sebelum mereka akan pulang kekerajaan, Putri Parasi pun meninggal karena penyakit yang memang sudah menjadi langgananya sejak lama. Teyi sangat terpukul dengan kematian ini, karena itu berarti cita-citanya untuk melihat langsung kerajaan dan mendalami suasana kerajaan…pupus sudah. Semuanya benar-benar hanya sekedar mimpi.
Teyi kembali dalam kehidupannya semula sebagai seorang penjual goreng. Empat tahun kurang bergaul dengan Putri Parasi sangat berdampak pada perubahan karakternya. Teyi menjadi lebih dewasa dan patuh pada orang tuanya. Teyi yang semakin matang dan cantik serta pintar dan bisa berbahasa belanda. Kepintarannya ini baru diketahui oleh orangtunya kala Teyi bercakap-cakap dengan Kapten Sarjubehi di rumahnya, kala kapten sarjubehi meminta pada teyi untuk kembali ke loji dan mengurus rumahnya. Mereka berbicara menggunakan bahasa Belanda, ini disengaja oleh tuan Sarjubehi agar orangtuanya tidak salahpaham. Teyipun meladeni kapten itu dengan bahasa Belanda.
Ketakjuban meliputi kedua orangtanya. Maka mulailah Teyi bercerita tentang semuanya. Hubungannya dengan keluarga dalam loji selama empat tahun ini. Karena sudah mengetahui dengan jelas perihalnya, barulah Raminem mengizinkan Teyi mengrus loji, tapi tidak untuk tinggal disana. Karena dia tetap menginginkan anaknya suci, dan tidak di munci.
Sebenarnya ada terselip rasa ingin memiliki kapten Sarjubehi dalam benak Teyi. Tapi keinginan itu pupus setelah Dumilah – teman yang dipekerjakan Sarjubehi di lojinya setelah mendapatkan persetujuan dari Teyi – bercerita dengan gamblang tentang hubungan persetubuhan mereka. Teyi merasa menyesal, kenapa bukan dia, kenapa Dumilah!!!!
Semuanya dihapus Teyi dari benaknya. Semua keinginan-keinginan. Orang tuanya mulai mencari seseorang yang pantas untuk menjadi suaminya. Pilihan jatuh pada Sapardal. Seorang pegawai tangsi. Merekapun menikah. Namun saat pernikahan, Kapten Sarjubehi datang dengan ponakannya bernama Ndara Mas Kus Bandarkum. Walaupun mereka belum pernah bertemu satu sama lain sebelumnya, tapi mereka sudah sangat saling kenal. Ini dikarenakan surat menyurat yang terjadi antara mendiang Putri Parasi dengan ponakannya yang berada di kerajaan jayatiningrat. Dalam suasana itu Kus Bandarkum berbicara dengan Teyi dalam bahasa belanda, dan mengatakan kalau dia mencintai Teyi, walaupun Teyi baru saja menikah dan sah menjadi istri Sapardal. Saat kata-kata cinta itu di ucapkan Kus Bandarkum, perasaan Teyi semakin tidak tenang. Dia terngiang-ngiang terus akan kalimat tersebut. Sehingga terdapat dalam niatnya untuk mengakhiri pernikahan dengan Sapardal dengan alasan Sapardal bukanlah lelaki jantan yang tidak bisa melakukan hubungan semestinya pada malam pertama pernikahan mereka. Cerai, ituah yang dikatakannya pada bapak dan ibunya. Sapardal juga menerima begitu saja, dengan syarat Teyi tidak menceritakan tentang ketidak jantanannya. Sebenarnya bukan Sapardal tidak jantan, melainkan dia merasa segan pada Teyi yang dinilainya sebagai seorang wanita hebat, yang lebih tinggi dari dia, sehingga dia tidak berani menyentuh angsung Teyi pada saat malam pertama itu.
Sehari setelah pesta pernikahannya, Teyi segera pergi main ke loji, dengan alasan untuk menengok temannya, Dumillah. Padahal alasan utamanya adalah untuk bertemu dengan Kus Bandarkum, dan menyatakan persaan cintanya pada dia. Maka terjadilah hubungan persetubuhan diantara mereka, dan Teyi memutuskan untuk memilih Kus Bandarkum.
Bersambung….
Diambil dari Gadihrantau's Blog
Saya sangat kaget pada ending cerita karena sangat berbeda dengan prediksi yang ada dalam benak saya saat belum selesai membacanya. Saya mengira bahwa ceritanya akan berending sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Ternyata tidak. Sungguh hebat,
Teyi…..itulah nama tokoh utama yang terdapat dalam novel ini. Seorang gadis cilik yang hidup dalam lingkungan tangsi yang keras. Hidup dengan penuh perjuangan demi memenuhi cita-cita orang tuanya. Menurut saya, dalam cerita ini terdapat ekploitasi pada anak. Kenapa? Karena dalam cerita ini, bagaimana seorang gadis kecil, dipaksa oleh ibunya untuk selalu bekerja, bekerja dan bekerja demi menupulkan uang lebih banyak demi alasan agar biasa kaya.
Semangat sang ibu untuk mengumpulkan kekayaan ini terpicu kala seorang kerabatnya (adik iparnya) yang bernama Yu Camik yang menuduh dia sebagai seorang perempuan miskin yang hanya bisa mengharapkan kekayaan dari keluarga suaminya. Tentu saja Raminem – ibu Teyi – sangat panas mendengarkannya. Siapapun yang manusia, jika dituduh seperti hal itu, padahal dia tidak pernah mengharapkan hal tersebut, tentu akan merasakan hal yang sama dengan Raminem.
Teyi….sang tokoh cilik, patuh mengikuti kemauan ibunya, walaupun sering juga menggerutu, dan merasa iri pada teman-temannya. Siapa yang tidak iri, jika anak-anak yang seusianya dengan sangat bebas bermain sesuka hati mereka tanpa ada kekangan dan batasan dari orang tua. Itulah yang dialami Teyi. Dia menjual gorengan dari pagi sampai gorengan itu habis. Setelah habis pun dia tidak boleh bermain-main, jika tetap bermain tentu akan mendapatkan tambahan omelan.
Yang menarik bagi saya adalah watak dari Teyi. Dia anak yang patuh terhadap apa yang dikatakan ibunya, namun dibalik kepenurutan itu dia juga punya watak yang keras. Tekad yang kuat, dan rasa ingin tahu yang besar. Teyi selalu terangsang terhadap hal-hal baru yang ingin diketahuinya. Pergaulan dengan teman-teman yang berbagai macam karakter membuat Teyi belajar atas semua hal.
Teyi seorang gadis cilik yang hidup dalam kehidupan tangsi, adalah gambaran realitas yang mungkin bisa kita pelajari. Bagaimana kehidupan zaman dahulu, semasa penjajahan Belanda. Novel ini juga memperlihatkan interaksi antara pribumi dengan bangsa penjajah, Belanda. Kehidupan tangsi yang bebas membentuk tokoh ini menjadi seorang gadis yang liar tapi masih tetap mengingat aturan-aturan yang diajarkan oleh ibunya. Teyi yang berteman dengan anak-anak tangsi dengan berbagai karakter. Kehidupan seks anak kecil juga tergambar dalam novel ini. Bagaimana seorang anak kecil yaitu tokoh Keminik yang sudah melakukan hubungan seks dengan Gemi – seorang yang sudah beristri – bahkan dengan teman sepermainannya yaitu sumbing. Ajaran-ajaran seks yang dimasukkan oleh tokoh Kemini dalam otak Teyi telah melekat erat dalam pikiran Teyi. Dia melihat langsung hubungan persetubuhan temannya geminik dengan Suami dari lik Gemi, dan dia juga melihat adegan ciuman yang dilakukan oleh Keminik dengan sumbing. Semua itu merupakan hal yang menjijikkan bagi teyi. Pernah dia punya hasrat untuk melakukan hal yang seperti temannya, tapi segera ditepis dari benaknya. Karena dia takut simbok marah. Yang menjadi pagar dan benteng Teyi adalah Raminem. Dia sangat takut pada simboknya. Dia tidak ingin simboknya marah. Itulah kehidupan liar yang tergambar dalam novel ini
Ada seorang tokoh yang ingin mengubah karakter tokoh cilik ini, yaitu Putri Parasi, seorang putri keturunan kerajaan Solo. Dia seorang keponakan dari Sri Baginda Ingkang Sinuwun. Dia hidup dalam lingkungan kerajaan yang penuh dengan tata krama dan aturan kerajaan. Putri Parasi adalah salah satu dari hasil didikan kerajaan yang baik. Dia serang putri yang cerdas dan ayu, serta mengetahui dan menjalankan segala aturan kerajaan dengan baik.
Awal mula pertemuan antara Putri Parasi dengan Teyi adalah saat Teyi yang sengaja lewat loji (tempat tinggal pejabat tangsi) Putri Parasi dan kapten Sarjubehi. Rumah yang ditumbuhi pohon mangga dengan buah yang sangat menggiurkan bagi siapapun yang selalu ke sana. Sebelumnya Teyi diajak oleh teman-temannya untuk memakan mangga yang dirujak. Teyi ragu untuk memenuhi ajakan itu, karena dia merasa bahwa mangga itu didapat dengan cara yang tidak halal. Ibunya selalu mengingatkan untuk tidak mencuri atau memiliki hal yang tidak menjadi hak miliknya. Walaupun keras dan terkesan sedikit kejam, ibu Raminem tetap menanamkan nilai-nilai luhur bagi pelajaran hidup anaknya. Dibalik kekerasan sikapnya itu, dia ingin membentuk anaknya berbeda dengan yang lain, tentu dengan menggunakan caranya sendiri.
Untuk menguatkan hatinya agar tidak ikut makan buah mangga yang dirujak itu, Teyi segera meninggalkan teman-temannya itu dan menjajakan gorengannya seperti biasa. Kali ini dia mencoba melewati rumah pemilik pohon mangga yang dicuri oleh Keminik dan teman-temannya tadi, dengan harapan dia bisa mendapatkan mangga dari sang pemilik rumah tersebut. Saat menjajakan itulah Ninek Jidan melihat Teyi yang menjajakan gorengan dan membeli gorengannya. Merekapun bercakap-cakap sebentar. Melalui cerita Ninek Jidan Teyi mengetahui tentang Putri Parasi walalupun pada awal kesana dia tidak melihat siapa-siapa kecuali Ninek Jidan. Ninek jidan adalah pengasuh Putri Parasi sejak kecil. Beliau bagaikan pengganti dari ibunda Putri Parasi. Namun begitu, Ninek jidan tetap mengabdi sebagai seorang pengasuh pada Putri Parasi.
Saat datang untuk yang kedua kalinya…..Teyi barulah bertemu dengan Putri Parasi. Dia sangat takjub akan kecantikan putri tersebut, karena belum pernah seumur hidup dia bertemu dengan orang yang secantik Putri Parasi. Bagaikan seorang putri dalam cerita-cerita dongeng yang ada dalam benaknya. Maka terjadilah interaksi Antara mereka yang efektif setiap harinya. Teyi selalu kesana, setelah siang, setelah gorengannya habis, atau tinggal sedikit. Jika gorengan itu tidak habis, maka Ninek Jidan lah yang akan memborong semuanya.
Kehadiran Teyi setiap hari menumbuhkan semangat Putri Parasi. Dia bagaikan punya teman dan mengingatkan dia kembali pada keluarga dikerajaan. Disini Putri Parasi sudah bertekad, bahwa dia tidak akan pulang kekerajaan setelah empat tahun. Dia akan setia mendampingi suaminya dimanapun beliau ditugaskan, meskipun dengan keadaan yang sangat jauh berbeda dengan kondisi kerajaan. Hidup dengan sederhana dan bersahaja.
Disinilah bermulanya hubungan antara keduanya. Sedikit demi sedikit Putri Parasi mengajarkan pada Teyi tentang tatakrama dan cara hidup dalam kerajaan. Mulai dari bahasa dan bertingkah laku. Teyi sangat senang akan semua ini. Dia bagaikan hidup dalam dunia mimpi dan khayalan. Semua yang diajarkan oleh Putri Parasi dijalankan dengan sangat baik dan tepat. Hubungan pertemanan ini tidak mendapat restu dari Raminem, ibu Teyi. Dia tidak mengizinkan anaknya dekat-dekat pada keluarga kerajaan itu, karena takut sesuatu akan menimpa anaknya. Takut anaknya akan dijadikan munci (gundik, atau selir). Bagi sebagian besar penduduk tangsi, dimunci oleh orang kaya apalagi oleh orang kerajaan merupakan sesuatu yang terhormat dan akan mendapatkan kesenangan hidup dengan kecukupan harta. Tapi lain halnya dengan Raminem. Dia tidak ingin anaknya dimunci, dia ingin anaknya memiliki status pernikahan yang jelas. Tidak seperti selir, yang tidak memiliki status pernikahan yang jelas.
Putri Parasi sangat menyayangi Teyi. Dia sudah bertekad untuk menjadikan Teyi sebagai anak didiknya yang hebat. Segala hal diajarkan. Sampai pada baca tulis Belanda juga diajarkan. Disinilah Teyi berubah. Teyi punya dua kehidupan yang berbeda. Di dalam loji Putri Parasi dia menjadi seorang Teyi yang pintar dan bertatakrama seperti orang kerajaan, sedangkan di luar loji dia tetap sebagai Teyi yang seperti biasa. Tidak satupun dari teman-temannya yang mengetahui hubungan rahasia antara Teyi dan Putri Parasi kecuali orang yang berada dalam loji itu saja, yaitu Ninek Jidan dan Kapten Sarjubehi yang merupakan suami dari Putri Parasi yang menjadi kapten di tangsi ini.
Sebagai seorang guru, Putri Parasi adalah guru yang luar biasa sabar. sedangkan sebagai seorang putri, dia adalah seorang yang cerdas dan penuh tatakrama dengan segudang kepandaian. Itu semua di tularkan pada Teyi. Putri Parasi bercita-cita untuk mencarikan seorang suami untuk Teyi. Dia menginginkan Teyi menikah dengan seorang pangeran yang ada di istana Jayaningratan. Kerajaan tempat Putri Parasi lahir dan dibesarkan. Tekad dan semangat ini sangat kuat. Namun sayang…..beberapa hari sebelum mereka akan pulang kekerajaan, Putri Parasi pun meninggal karena penyakit yang memang sudah menjadi langgananya sejak lama. Teyi sangat terpukul dengan kematian ini, karena itu berarti cita-citanya untuk melihat langsung kerajaan dan mendalami suasana kerajaan…pupus sudah. Semuanya benar-benar hanya sekedar mimpi.
Teyi kembali dalam kehidupannya semula sebagai seorang penjual goreng. Empat tahun kurang bergaul dengan Putri Parasi sangat berdampak pada perubahan karakternya. Teyi menjadi lebih dewasa dan patuh pada orang tuanya. Teyi yang semakin matang dan cantik serta pintar dan bisa berbahasa belanda. Kepintarannya ini baru diketahui oleh orangtunya kala Teyi bercakap-cakap dengan Kapten Sarjubehi di rumahnya, kala kapten sarjubehi meminta pada teyi untuk kembali ke loji dan mengurus rumahnya. Mereka berbicara menggunakan bahasa Belanda, ini disengaja oleh tuan Sarjubehi agar orangtuanya tidak salahpaham. Teyipun meladeni kapten itu dengan bahasa Belanda.
Ketakjuban meliputi kedua orangtanya. Maka mulailah Teyi bercerita tentang semuanya. Hubungannya dengan keluarga dalam loji selama empat tahun ini. Karena sudah mengetahui dengan jelas perihalnya, barulah Raminem mengizinkan Teyi mengrus loji, tapi tidak untuk tinggal disana. Karena dia tetap menginginkan anaknya suci, dan tidak di munci.
Sebenarnya ada terselip rasa ingin memiliki kapten Sarjubehi dalam benak Teyi. Tapi keinginan itu pupus setelah Dumilah – teman yang dipekerjakan Sarjubehi di lojinya setelah mendapatkan persetujuan dari Teyi – bercerita dengan gamblang tentang hubungan persetubuhan mereka. Teyi merasa menyesal, kenapa bukan dia, kenapa Dumilah!!!!
Semuanya dihapus Teyi dari benaknya. Semua keinginan-keinginan. Orang tuanya mulai mencari seseorang yang pantas untuk menjadi suaminya. Pilihan jatuh pada Sapardal. Seorang pegawai tangsi. Merekapun menikah. Namun saat pernikahan, Kapten Sarjubehi datang dengan ponakannya bernama Ndara Mas Kus Bandarkum. Walaupun mereka belum pernah bertemu satu sama lain sebelumnya, tapi mereka sudah sangat saling kenal. Ini dikarenakan surat menyurat yang terjadi antara mendiang Putri Parasi dengan ponakannya yang berada di kerajaan jayatiningrat. Dalam suasana itu Kus Bandarkum berbicara dengan Teyi dalam bahasa belanda, dan mengatakan kalau dia mencintai Teyi, walaupun Teyi baru saja menikah dan sah menjadi istri Sapardal. Saat kata-kata cinta itu di ucapkan Kus Bandarkum, perasaan Teyi semakin tidak tenang. Dia terngiang-ngiang terus akan kalimat tersebut. Sehingga terdapat dalam niatnya untuk mengakhiri pernikahan dengan Sapardal dengan alasan Sapardal bukanlah lelaki jantan yang tidak bisa melakukan hubungan semestinya pada malam pertama pernikahan mereka. Cerai, ituah yang dikatakannya pada bapak dan ibunya. Sapardal juga menerima begitu saja, dengan syarat Teyi tidak menceritakan tentang ketidak jantanannya. Sebenarnya bukan Sapardal tidak jantan, melainkan dia merasa segan pada Teyi yang dinilainya sebagai seorang wanita hebat, yang lebih tinggi dari dia, sehingga dia tidak berani menyentuh angsung Teyi pada saat malam pertama itu.
Sehari setelah pesta pernikahannya, Teyi segera pergi main ke loji, dengan alasan untuk menengok temannya, Dumillah. Padahal alasan utamanya adalah untuk bertemu dengan Kus Bandarkum, dan menyatakan persaan cintanya pada dia. Maka terjadilah hubungan persetubuhan diantara mereka, dan Teyi memutuskan untuk memilih Kus Bandarkum.
Bersambung….
Diambil dari Gadihrantau's Blog
saya tertarij dengan buku ini, bagaimana cara pemasanan dan pembayarannya, mksh. tlg di email ke : amraray@gmail.com mksh