Srawungku Karo Sastra Jawa

Home » » IKA ST.LOUIS I 2013-2016

IKA ST.LOUIS I 2013-2016

SAMBIL RAYAKAN VALENTINE DAN CAP GO MEH



Saya bertemu dengan Pak Ir.Mardijono Hadiwidjaja, MT, dosen Universitas Widya Kartika Jl.Sutorejo Prima Utara II/1 Surabaya, ketika saya jadi narasumber cerita Kho Ping Hoo di House of Sampoerna Surabaya, Sabtu malam 8 Februari 2014. Saya terucap bahwa pernah sekolah di SMAK St.Louis Surabaya, Pak Mardijono menawari apa mau reuni dengan teman-teman SMAK St.Louis tanggal 14 Februari 2014 nanti. Sudah pernah saya dengar SMAK St.Louis mengadakan reuni akbar, namun saya tidak sempat ikut reuni. Saya ingat salah seorang alumninya Pak Freddy Istanto, yang kemudian saya sering bergaul dengan beliau karena beliau sangat perhatian pada warisan budaya Surabaya. Saya cukup lama tinggal di Surabaya, yaitu sejak lahir 1932, zaman Belanda, Jepang, Orde Baru 1950-an sampai sekarang, cukup pengalaman hidup di Surabaya, maka segala hal mengenai Kota Surabaya saya sangat berperhatian. Apalagi saya ditakdirkan suka menulis buku, maka segala pengalamanku Insyallah akan saya tuliskan dalam buku. Dengan Pak Freddy saya akrab karena warisan budaya Surabaya dan alumni St.Louis, kini ditawari reuni sama Pak Mardijono, ya saya mau. Betapapun juga SMAK St.Louis mencercahkan pengalaman yang amat terkenang-kenang. Saya masuk sebagai pelajar SMAK St.Louis Jl.Dr.Sutomo 7 (sekarang Jalan Polisi Istimewa no. 7) Surabaya tahun 1954, umur saya 22 tahun, muridnya laki-laki semua, rata-rata lulusan SMPK St.Joseph Joyoboyo, umur 14-15 tahunan, masih pakai celana pendek, cuma saya yang pakai celana panjang, karena pulang sekolah jam 13.00 saya harus bekerja di Kantor Telegrap Jl.Niaga (Veteran) 1 Surabaya, jam 13.00-19.00. Saya telisik sudah tidak ada teman saya alumni SMAK St.Louis, tinggal seorang yang saya kenal, yaitu Pak Johan Silas, dosen ITS. Bukan saja beliau teman sekelas saya di SMAK St.Louis, tetapi beberapa kali kami berdua bekerja sama, karena beliau mendapat proyek mengenai Kota Surabaya (Master Plan 2000, proyek Perbaikan Kampung Wr.Supratman), saya jadi pegawai pemkot Kota Surabaya, menjadi pelayan masyarakat, jadi ya melayani kebutuhan yang dikerjakan oleh Pak Johan Silas.
Hari Kamis 13 Februari, saya dapat telepon dari Pak Mardijono apakah saya tetap mau diajak menghadiri reuni SMAK St.Louis, Jumat 14 Februari besok, jam 18.00 sampai selesai. Saya mau, tapi kalau malam saya keberatan karena mata saya sudah sulit sekali untuk melihat sinar lampu. Oh, nanti dijemput oleh Pak Mardijono. Jadi saya siap.
Saya ingat bahwa anak saya, Tatit Merapi Brata, dulu ya sekolah di St,Louis. Saya tanya tahun berapa, siapa saja nama temannya, siapa saja guru-gurunya. Mas Tatit memberi nama-nama: Susana Darwan, Tan Ing Hong, Suk Fang, Wilson, Benny, Simonang mogi, Hendro Lukman. Guru-gurunya Pak Wahyu guru biologi, Pak Sugeng guru olahraga.
Malam hari Kamis 13 Februari itu, Gunung Kelud meletus hebat. Pagi harinya Kota Surabaya matahari tidak tampak, di mana-mana terdapat debu lembut warna keputihan. Sampai siang hari pun matahari tidak tampak. Dari TV dikabarkan bahwa abu Gunung Kelud sampai di Madura, Bandara Juanda ditutup. Kabar-kabaran dengan anak dan menantu di Jakarta, katanya juga gawat. Begitu juga Purworejo, Candi Borobudur, Prambanan, mendapat hujan abu lebih hebat daripada Surabaya. Saya jadi ragu, apa reuni SMAK St.Louis akan tetap dilaksanakan? Pendeknya saya siap saja, apabila dijemput Pak Mardijono, ya saya siap. Jam 16.30 Pak Mardijono telepon sedang dalam perjalanan di Jemur Handayani (lo, rumahnya di mana?). Sebelum Pak Mardijono tiba, hujan turun. Wah, seger. Menjemput saya Pak Mardijono bersama isterinya. Saya mengenakan baju pemberian dari Panitia Bangkok World Book Capital 2013, biru muda lengan pendek dengan tulisan putih-putih huruf Thailand, dan mengenakan destar sebagai identitas saya. Saya berkata kepada Pak Mardijono, hanya mengenakan sandal, karena kalau pakai sepatu terlalu susah bagi saya membungkuk-bungkuk. Pak Mardijono tidak berkeberatan. Di mobil saya tanyakan acaranya apa saja. Pemberkatan dan perkenalan pengurus Ikatan Alumni SMAK St.Louis angkatan baru 2013-2016, sekalian perayaan Valentine dan Cap Go Meh. Selain cerita bahwa saya angkatan 1954-1957 ketika direkturnya Broeder Rosarius, anak saya Mas Tatit angkatan 1980, anak saya Tera juga di Widya Mandala, jurusan Sekretaris. Ketika Tera masuk kuliah Widya Mandala, gedungnya di Jalan Dinoyo-Majapahit tembusan belakang gedung SMAK St.Louis. Tetapi lulusnya gedungnya di Kalijudan. Kata Ibu Mardijono, sekarang jurusan Sekretaris gedungnya juga kembali ke Dinoyo. Dan ketika melewati Jalan Dinoyo, sepanjang jalan itu sudah penuh dengan gedung-gedung bertingkat. Juga kampus Widya Mandala, sudah pepat dengan bangunan gedung bertingkat.
Masuk ke Jalan Dr.Sutomo yang sekarang namanya Jl.Polisi Istimewa, sudah sangat lain dengan waktu saya sekolah di situ. Pojok jalan yang dulu ditempati aula untuk olah raga maupun kreasi budaya, sudah jadi gedung bertingkat, kata Pak Mardijono digunakan untuk kantor administrasi. Mobil terus masuk ke belakang, di sana dulu memang lapangan olah raga, pantas kalau dijadikan tempat parkir mobil, dengan perkembangan industri mobil sekarang ini. Namun sekarang selain tanah lapang yang sudah kian menciut untuk parkir mobil, di sisi barat sudah jadi gedung bertingkat dan tanah lapang untuk pesta perayaan hari itu, sudah disiapkan kursi-kursi, tenda, meja absen tamu, panggung dan lain-lain. Ketika kami datang ke meja absen sudah siap kamera foto membidik kepada saya, mestinya sudah merasa aneh melihat wajah dan destar saya. Setelah absen, Pak Mardijono mengajak saya duduk di tempat perayaan, yang waktu itu belum begitu banyak yang datang. Namun tepat jam 18.00 ada pengumuman para pengurus baru IKA St.Louis dianjurkan ke ruang gereja di sebelah barat tempat pesta, untuk misa penerimaan pemberkatan pengukuhan kepengurusan. Saya semula tidak ikut saja, menjaga kesakralan misa dan tidak mengganggu. Tapi banyak yang menganjurkan ikut menonton saja, tidak apa-apa. Ada yang membisik kepada saya, “Saya juga Kong Hu Cu, kok. Ayo, kita ikut saja.” Dan saya, tetap dibimbing oleh Pak Mardijono dan isteri, menuju ke mimbar gereja. Ternyata tempatnya gedung yang di atas, kami harus naik tangga dulu. Dan di sanalah ruangan gereja itu. Zaman saya sekolah di St.Louis, tiap hari tertentu begitu kami para pelajar juga digiring menghadiri misa di gereja, gereja besar (saya lupa namanya) yang menghadap ke Jalan Dr.Sutomo, sebelah sisi kiri dari gedung sekolah. Kami, pelajar yang bukan beragama Katholik, termasuk saya, juga ikut mendengarkan dan menonton persembahyangan yang dilakukan umat Katholik para pelajar SMAK St.Louis di sana. Sementara membimbing saya, Pak Mardijono memperkenalkan saya dengan para alumni baik pelajar maupun guru. Antara lain dengan Pak Eddi Hariyanto, guru agama. Berkelompok kami masuk ke ruang gereja, saya mencari tempat duduk di tengah-tengah ruangan, itu pun sudah jauh di belakang kelompok mereka yang harus ikut acara misa itu. Ibu Mardijono mendampingi saya duduk di samping saya. Dengan mata tua saya, saya melihat di belakang altar terdapat patung Gusti Yesus, dan tulisan yang terpisah-pisah di kiri-kanan patung: THE Lord – Hears / THE CRY – OF THE POOP.
Acara misa pemberkatan pengukuhan pengurus baru IKA St.Louis 2013-2016 berlangsung seperti biasanya (yang sering sempat saya lihat acara upacara di gereja), pemberkatan dilakukan oleh Rama Sigid. Sebenarnya yang melakukan Rama (saya tidak dengar) yang lain, tapi Rama tersebut pagi-pagi hari tadi pergi ke Kediri, melakukan pertolongan pemberkatan pada kaum pengungsi akibat meletusnya Gunung Kelud, di mana Kota Kediri paling menderita. Rama Sigid menggantikan tiba-tiba. Upacara misa banyak puja-puji doa, dan juga dinyanyikan. Antara lain khodbah Rama Sigid mengatakan bahwa di dunia ini sebenarnya hanya dua profesi, yaitu (1) profesi pendidik dan (2) profesi....(saya tidak dengar profesi yang ke dua itu apa). Hanya Rama Sigid terus memberikan keterangan bahwa profesi pendidik adalah guru, sedang profesi dokter, insinyir, hakim, pengusaha toko, adalah termasuk golongan profesi yang kedua. Rama juga menasihati agar para pengurus IKA bertindak bersih, ramah, jujur, berdisiplin. Tiap kali disela bernyanyi, pemimpin koor penyanyi dengan semangat memberikan aba-aba. Kadang disela yang masih muda. Saya sangat memperhatikan cara memimpin menyanyi tadi, sangat bersemangat.
Selesai upacara misa pemberkatan, turun ke bawah, di sana yang hadir sudah lebih banyak. Dan dengan datangnya para pengikut upacara misa, maka pemandu acara pun membacakan agenda acara, dan dimulai dengan permainan barongsei (perayaan Imlik). Sementara itu saya minta tanya pada Pak Eddi Heriyanto, tadi profesi ke dua yang diucapkan Rama Sigid apa. “Profesi satu pendidik, profesi dua bukan pendidik. Profesi bukan pendidik boleh juga disebut profesi melayani pendidikan,” jawab Pak Eddi Heriyanto.
Acara pertama paduan suara dari St.Louis, dipimpin oleh bapak yang tadi mimpin koor di misa pemberkatan, yaitu Pak Arie Soeprapto. Paduan suara ini katanya pernah menang di forum Asia. Lalu para pengurus baru naik panggung, menggantikan paduan suara. Menyanyikan lagu Indonesia Raya, dipimpin juga oleh Pak Arie. Lain dengan kebiasaan, dipimpin oleh Pak Arie lagu Indonesia Raya dinyanyikan dengan irama mars. Sigap. Saya ingat Bung Karno. Pernah membuka acara dengan memimpin nyanyi lagu Indonesia Raya, suara awalnya lambat, Bung Karno menghentikan. Minta hadirin menyanyikan dengan sigap dan tegap. Lalu Bung Karno memimpin nyanyi, suara nyanyian jadi sigap. Sejak itu baru dipimpin Pak Arie ini saya ikut menyanyi Indonesia Raya dengan suara sigap, mars. Setelah lagu Indonesia Raya, tetap dipimpin oleh Pak Arie yang bersemangat, hadirin diharap menyanyikan mars St.Louis. Ini lagu baru, karangan Pak Arie Soeprapto. Iramanya 4/4 J=F.
Kami pra siswa St.Louis siap berbakti.
Bekerja bersama-sama untuk nusa dan bangsa.
Kami pra siswa St.Louis srentak bersatu hati,
mengejar yang benar mengabdi yang suci,
untuk tanah air kami.

Reff:
St.Louis sumber ilmuku. St.Louis pembimbingkul
Hiduplah St.Louis, majulah St.Louis, St.Louis suburkanlah.
Harumkanlah namamu. Suburkanlah baktimu.
Berbakti dengan sukarela hati, unmtuk tanah airmu.

Kembali ke Reff.

Lalu ketua kepengurusan baru IKA St.Louis memberikan sambutan, memperkenalkan nama, angkatan (lulusan), jabatan kepengurusan, dan prestasi serta profesinya saat ini. Ketua sendiri adalah Henry Hadi, 75.
Setelah sambutan perkenalan diri, Pak Henry Hadi juga minta Pak Anton (Antonius Muhartoyo, 75) untuk menceritakan kesuksesannya dalam memimpin IKA St.Louis Regional Jakarta. Ya, IKA St.Louis selain Pusat di Surabaya memang sudah berdiri Regional Jakarta. Sebetulnya hari itu yang datang dari Jakarta cukup banyak, namun karena terjadinya Gunung Kelud meletus, penerbangan Jakarta-Surabaya dihentikan. Sedang Pak Anton (President Director PT.Champion Pacific Indonesia Tbk, Jl.Raya Bekasi Km 28,5 Bekasi Barat 17133. e-mail: antonius.muhartoyo@champion.co.id ) menceritakan suksesnya mengurusi IKA St.Louis Regional Jakarta. Salah satu yang paling penting, penggunaan keuangan yang terhimpun pada pengurus, harus jujur dan transparan. Sekarang Pak Anton adalah seorang dari sederet nama Dewan penasihat Regional Jakarta. Ketua Umum: Ninik P.Nathan 84; Wakil Ketua Umum: Ronald E.Stok 84; Sekretaris: Grace Irene Angweita 86; Bendahara: Daniel S.Kamadjaja 84; dan Jojong Djurijanto 84.
Untuk memperlancar gerak sosial kepengurusan IKA St.Louis 2013-2016, para alumni diharap menyumbangkan dana. Ternyata secara spontan dari alumni 1981 (Soendoro) menyumbang Rp 10 juta. Kemudian ditambah lagi oleh alumni 1975 Rp 16 juta. Dan dari alumni 1974 Rp 20 juta. Dari alumni 1965, Pak Hidayat, tidak menyumbangkan uang, melainkan bisa mencatatkan kegiatan IKA St.Louis ini dengan kegiatan di Tugu Pahlawan Surabaya.
Selesai sambutan begitu, maka kami dipersilakan merayakan Cap Go Meh, barongsei bergerak lagi, beramah-tamah, makan hidangan yang telah disediakan didahului dengan memotong tumpeng. Tentu saja lontong cap go meh pasti ada. Sementara itu panggung diisi dengan berbagai pertunjukan, misalnya aksi barongsei, lagu-lagu dengan penyanyi para alumni yang punya suara merdu, ada sepasang pemain biola (maaf saya tidak dengar siapa mereka, tetapi juga pasti alumni) menyembahkan beberapa lagu dengan gesekan biolanya berdua bersama. Dalam ramah tamah saya sempat berbincang dengan alumni guru yang usianya lebih tua daripada saya, 84 tahun, saya lupa namanya, beliau sudah pakai tongkat penyangga berdiri. Lalu bertemu juga dengan Pak Sugeng, guru olah raga yang disebut anak saya, alumni 1980. Sedang Pak Wahyu, guru biologi sudah wafat. Para alumni 1980 di daftar hadir ada yang sedia datang, namun saya lihat tidak tulis absen. Pak Hidayat, alumni 1965 yang tadi mau mencatatkan kegiatan IKA St.Louis dengan kegiatan di Tugu Pahlawan Surabaya menegur saya, katanya pernah bertemu dengan saya di acara pertemuan sejarah Surabaya. Ya, saya jawab saya memang berumur panjang dan tetap tinggal di Surabaya, maka selalu ingin bersaksi dan mendengarkan seminar atau diskusi tentang sejarah kota Surabaya. Akan saya tulis sebisa-bisa saya untuk peninggalan kepada generasi muda. Oh, Pak Hidayat jadi tahu, waktu pertemuan sejarah dulu itu saya orang terkenal pada pertemuan itu. Dan Pak Hidayat sangat senang ternyata saya juga alumni St.Louis. Para alumni St.Louis banyak yang berprestasi.
Akhir acara, untuk penutupan, berhubung hari itu malam harinya tadi (14 Februari 2014) Gunung Kelud meletus dan menurut pemberitaan di TV Kota Kediri merupakan kota yang paling banyak orang yang menderita, maka panitia mau mengumpulkan dana spontan untuk disumbangkan kepada para pengungsi penderita di sana. Caranya, ada selembar jaket milik seorang alumni yang punggung jaket telah dilukisi oleh pemiliknya (alumni tadi) dijual secara lelang bergilir menambah harga, siapa menambah harga terakhir dialah yang mendapatkan jaket itu. Dan jumlah harga lelang yang terakhir akan dijadikan dana untuk disumbangkan kepada penderita akibat meletusnya Gunung Kelud di Kota Kediri. Lelang tawar-menawar harga berlangsung, akhirnya dana lelang jaket terkumpul Rp 37.100.000,- (tigapuluh juta seratus ribu rupiah), penawar terakhir yang dapat jaket seorang alumni seorang ibu yang sudah sepuh.
Lelang seperti itu adalah cara lelang Amerika. Dulu waktu saya suka dansa-dansi, juga ada lelang bergilir menambah harga seperti itu. Yang dilelang sebuah lagu yang akan dinyanyikan seseorang, siapa penawar tambahan harga terakhir, ya dia yang mendapat uangnya. Misalnya judul lagu yang akan dinyanyikan A Place in the Sun, akan dinyanyikan oleh Bob Tutupoly. Perlu dicatat, Bob Tutupoly juga alumnus St.Louis. Tapi waktu 1957-1960 itu dia menyanyi di pesta dansa umum yang sering diselenggarakan tiap malam minggu di Kota Surabaya, tempatnya di Pemandian Tegalsari, gedung Helendoorn Tunjungan, Gedung Utama THR Jl.Kusumabangsa, gedung Pendidikan Umum (sekarang jadi gedung Sekolah Trimurti Jalan Pemuda). Para hadirin pesta disuruh menawar secara lelang, penawar terakhir yang akan dapat uang sejumlah akhir lelang. Ada hadirin yang menyiasati penawaran tambahan harga lelang dengan amat lihay. Kalau penawar-penawar pemula menambah harga lelang penyanyi Rp 100,-  Rp 200,-  Rp 300,-, si Lihay sebelum hitungan ke tiga penutupan lelang menawar tambahan harga Rp 10,- Lelang berlanjut ditumpangi penawar Rp 300,- Sebelum hitungan penutup si Lihay menambah lagi Rp 10,-. Lelang berlanjut lagi. Akhirnya tidak ada lagi yang menawar harga, ditutup oleh si Lihay yang jumlah uangnya yang dihabiskan hanya Rp 10,- X 5 = Rp 50,- Dia yang menang dan dia yang mendapat sejumlah uang kumpulan lelang itu! Yang menawar harga Rp 200,-  Rp 300,- kalah. Begitulah suasana dansa-dansi di Kota Surabaya waktu saya masih muda.
Penutup acara pengukuhan pengurus IKA St.Louis 2013-2016 malam itupun kami merayakan hari valentine, hari kasih sayang, yaitu musik organ tunggal melagukan irama mars, para hadirin disuruh berpasangan (mencari dan memilih pasangan laki dan perempuan di antara para peserta pesta) melakukan polonaise, yaitu berbaris berpasangan laki-perempuan berputar-putar di ruang pesta. Saya juga ingat pesta-pesta dansa tahun 1960-an. Sebelum pesta dansa dimulai, dilakukan polonaise, musik pembukaan dansa lagunya mars, tiap orang mencari pasangan, meskipun sama-sama belum saling kenal, asal gaet laki-laki-perempuan begitu saja, lalu berbaris urut-urutan dari depan ke belakang, mengikuti bunyi musik, dan diiringi suara pemandu acara dansa. Pemandu acara dansa mengatakan barisannya harus beriringan mendekat, langkah ikut irama musik, ya para pasangan dansa mengikuti kata pemandu acara. Pemandu acara bilang bahwa barisan pasangan nomer 1, 11, 21. 31 diwajibkan berhenti lalu berhadapan, kedua tangan bergandengan mencuat ke atas, para barisan pasangan berikutnya diharapkan menerobos di bawah tangan pasangan yang berhadapan, dan pasangan yang diberobosi tangannya (nomer 1, 11, 21, 31) harus menyandera (dijala dalam rangkulan tangan) pasangan yang menerobos di antara tangannya. Dipilih pasangan yang mana saja boleh, apa yang paling cantik, yang paling muda, apa yang pasangannya tidak serasi. Jadi ada yang lolos, dan meskipun diurutan belakang tapi terjaring kena jala tangan. Dan dalam disandera tadi, harus ada hukuman. Misalnya pemandu acara memerintahkan agar para tersandera diharuskan berciuman. Ada lagi pemandu acara mengatakan bahwa kini barisan masuk gua hantu, para pasangan wanita ketakutan, harus memeluk erat-erat pasangannya. Pemandu acara kreatif cari moment seperti itu. Kini barisan menyeberangi sungai, supaya pakaiannya tidak basah para barisan harus mencincingkan pakaiannya. Airnya mula-mula dalamnya selutut, tapi kemudian sepaha, kaum rok harus mencincingkan roknya di atas paha. Lalu sungainya tambah dalam, maka yang laki-laki (sambil tetap berbaris mengikuti irama musik) harus mendukung atau menggendong yang perempuan. Kalau sudah begitu pesta jadi heboh sekali. Akhir polonaise lagu irama mars diganti irama waltz, para pasangan mulai berdansa irama waltz. Setelah itu maka pesta dansa berganti-ganti lagu, dan kembali mendapatkan teman kencannya masing-masing. Boleh nanti pada suatu waktu, selagi sedang berdansa dengan pasangan kencannya, para lelaki boleh memilih menggantikan laki-laki yang sedang berdansa, sehingga perempuannya berganti pasangan dengan laki-laki yang menghendakinya. Tiap kali musiknya jeda, pemandu acara mengumumkan apa, misalnya mengomentari musik yang akan dilagukan, atau siapa penyanyinya, atau mengadakan lomba dansa di antara hadirin pedansa dalam iringan irama tango, dan lain-lain. Biasanya senja awal-awal acara musiknya lagu-lagu yang lambat, Waltz, Slow-fox-trot, Cha-cha-cha. Tapi tambah malam tambah hot. Dansanya pun begitu. Dan lewat tengah malam akhirnya musik rock ‘n roll pun menggema, para pedansa tidak lagi berpeluk-pelukan, melainkan berjingkrak, jengkelit, tingkahnya tidak karuan tetapi tetap mengikuti irama rock-rock-rock everybody roll-roll-roll...!
Apakah perayaan hari kasih sayang Valentine IKA St.Louis dengan awal berbaris polonaise tadi berakhir dengan dansa rock ‘n roll, saya tidak tahu. Sebab waktu diumumkan akan dilakukan cari pasangan dengan musik irama mars, Pak Mardijono dan isteri mengajak saya pulang. Hari sudah malam. Saya pun diantar pulang.
Hidup St.Louis! Hidup alumninya, terus berbakti kepada nusa dan bangsa Indonesia dengan kasih sayang! Bersih, ramah, jujur, berdisiplin! (Suparto Brata, 17 Februari 2014).

Tags:

1 comments to "IKA ST.LOUIS I 2013-2016"

  1. mrp3rf3ct says:

    Yth. Pak Suparto,

    Apakah bapak masih kontak dgn om Johan Silas?
    Seandainya tidak, dan ingin kontak, saya ada nomer telponnya, juga alamat rumahnya.
    Cucunya saat ini masih murid St Louis.
    Saya sendiri adalah keponakannya, alumni 79. Hanya kelas 1 di St Louis kemudian pindah ke Jkt hingga sekarang.
    Ibunya om Johan Silas adalah adik dari nenek saya.

    Salam,
    Kuntoro
    0816 899 412
    kuntoro.nurtanio@gmail.com

Leave a comment