Srawungku Karo Sastra Jawa

Home » » SUPARTO BRATA LAN REMAJA PUTRI

SUPARTO BRATA LAN REMAJA PUTRI



“Sastra itu buku,” ujar Suparto Brata pada setiap kesempatan. Kelihatannya dia sangat konsisten dengan ucapannya itu. Jadi tidak hanya asal ngomong. Buktinya, sejak TRÈM (2000) sampai PAWÈSTRI TANPA IDHÈNTITI (2010) tahun ini tidak kurang dari 15 judul buku bahasa Jawa yang berhasil diterbitkan. Belum terhitung yang bahasa Indonesia.

Dimulai dari SAKSI MATA (2002) hingga REPUBLIK JUNGKIR BALIK (2009) tidak kurang 10 judul buku karangannya bahasa Indonesia yang terbit. Jadi kalau dihitung selama 10 tahun, buku karya Suparto Brata yang terbit (bahasa Jawa dan bahasa Indonesia) tidak kurang dari 25 judul. Dan rata-rata bukunya tebal. Prestasi yang bukan main! Ini kalau diingat bahwa kakeknya Damaréé Pararatu itu besuk tanggal 27 Februari 2010 genap berusia 78 tahun! Sudah termasuk uzur. Meski begitu produktifitasnya belum ada yang menandingi.

Penulis pernah tanya, “Pak Parto, kok Bapak mampu produktif seperti itu resepnya bagaimana?”
“Sebagai kepala keluarga kan saya sudah bebas dari kewajiban, Mbak. Sudah duda, tidak perlu ngopèni isteri. Anak-anak sudah hidup mandiri. Saya masih dapat anugerah utama dari Allah (1) sehat walafiat, (2) bebas memilih, (3) mampu membaca buku dan menulis buku. Jadi ya 3 anugerah utama Allah ini saya anggap amanah dan harus saya ibadahkan,” begitu jawabnya.

Memang masuk akal. Apalagi tentang bebas memilih diartikan independen, tidak terikat oleh partai atau blog, kawin lagi juga boleh (bebas). Tapi jelas, Suparto Brata memang hebat. Selain produktif, pada usia senja 78 tahun begitu tetap sehat dan enerjik. Kalau ada kegiatan kesasteraan di mana saja asal dapat undangan pasti memerlukan hadir.

Perihal menerbitkan buku (bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa) bagi Suparto Brata bukan masalah lagi. Nama Suparto Brata sudah jadi jaminan. Sehingga bukan Suparto Brata yang cari penerbit, tetapi penerbit yang butuh menerbitkan karya Suparto Brata.
“Tetapi merintisnya dulu juga tidak mudah. Butuh perjuangan dan modal. Contohnya ketika menerbitkan buku TRÈM dan DONYANÉ WONG CULIKA, aku juga harus memasok modal yang cukup besar. Sebab umumnya penerbit profesional tidak mau menerbitkan buku bahasa Jawa. Takut kalau tidak laku,” ujarnya memberi keterangan. Padahal sejatinya, kalau dikelola secara profesional tetap laku. “Contohnya bukuku yang diterbitkan oleh penerbit Narasi Jogjakarta, ternyata laris juga.”

Memang begitu kenyataannya. Buku-buku bahasa Jawa karya Suparto Brata memang laris. Maka dari itu Penerbit Narasi tidak ragu-ragu lagi. Tahun 2010 ini akan menerbitkan lagi sebanyak 5 judul buku bahasa Jawa karangan Suparto Brata. Yaitu: LELABUHANÉ GUBERNUR JAWA TIMUR I RMTA SURYO, GEDHONG SÉTAN, NONA SEKRETARIS, CINTRONG PAJU-PAT, dan PAWÈSTRI TANPA IDHÈNTITI.

Sukses sebagai pengarang sastra Jawa yang bukunya laris, Suparto Brata bertingkah agak aneh. Yaitu punya kecenderungan memperhatikan para remaja putri, utamanya mereka yang ayu. Lho, kok...? Tunggu dulu! Jangan menduga yang bukan-bukan. Jangan dikira karena cukup lama menduda terus kepengin daun muda. Bukan. Bukan begitu.
Kisahnya, ketika bedah majalah bahasa Jawa Pujangga Anom di Ponorogo 13 Desember 2009 yang lalu, selain dihadiri para sastrawan Jawa kan juga dihadiri perwakilan pelajar dan mahasiswa. Ketika pengelola Pujangga Anom bingung mencari format majalahnya agar terasa muda, padahal para sastrawan senior juga tidak bisa menemukan format tadi, la jebul usulan yang pas dan cocog malah terucap dari tanggapan kaum remaja itu. Dan caranya usul juga dengan bahasa Jawa krama, meskipun termehek-mehek. Trenyuh menyaksikan hal tersebut, Suparto Brata bukan prihatin saja, melainkan terus beraksi membesarkan hati para remaja yang menanggapi komentar sastrawan senior tentang format majalah Pujangga Anom yang sedang dibedah. Yaitu dengan memberi hadiah kepada para remaja yang berani bicara di forum itu dengan buku SUPARTO BRATA’S OMNIBUS karyanya.

Ketika Tiwiek SA menyindir bercanda, yang dipilih menerima hadiah kok hanya yang cantik, jawaban Suparto Brata diplomatis, “Para remaja itu calon penerus kita-kita ini. Bahasa dan sastera Jawa tidak bakal mati kalau masih ada generasi muda yang peduli. Aku tidak sengaja memilih yang ayu. Hanya kebetulan. Tapi memang, sastera Jawa masih sangat butuh calon pengarang wanita. Syukur kalau orangnya cantik. Sebab cantik itu indah, sesuai dengan sastra. Apalagi sementara ini para pengarang yang masyur di antara kita sudah banyak yang menjelang tua....” Dapat keterangan begitu Tiwiek SA mengangguk seperti setuju.

Begitulah ceritanya.

(Nurul’S)

Terjemahan bebas dari
Majalah Jaya Baya no.19, Januari 2010.

Tags:

1 comments to "SUPARTO BRATA LAN REMAJA PUTRI"

  1. Ngainun Naim says:

    Saya baru membaca di majalah JB yang kebetulan ada berita yang diterjemahkan ini. Tapi yang saya sukai justru artikel Pak Parto bahwa membaca itu bisa merubah hidup. Saya betul-betul terinspirasi dengan artikel bapak. Saat ini saya sedang menulis buku tentang pengaruh membaca yang bisa merubah hidup seseorang. Sekarang baru dapat sekitar 50 halaman, dan tulisan bapak di JB merupakan salah satu sumbernya. Terima kasih Pak Broto. saya ingin meneladani Bapak dalam semangat membaca dan menulis.

    Ngainun Naim

Leave a comment