Srawungku Karo Sastra Jawa

Home » » BAHASA INDONESIA HARUS JADI KIAT KEHIDUPAN MODERN

BAHASA INDONESIA HARUS JADI KIAT KEHIDUPAN MODERN

Kiat hidup modern atau global sudah tidak bisa lagi hanya dengan mempertajam kepekaan indrawi, misalnya menghayati kehidupan hanya dengan kepekaan melihat dan mendengar. Orang tidak bisa menunaikan kewajiban agamanya hanya dengan mendengarkan dan melihat mubalik berkhodbah. Dokter, arsitek, pengacara, tidak akan menjalankan profesinya dengan baik kalau hanya mendengarkan kuliah dosen-dosennya. Supaya mereka baik dan benar melaksanakan kewajiban hidupnya harus punya kebiasaan, atau malah berbudaya membaca buku dan menulis buku. Kalau tidak disertai kiat membaca buku dan menulis buku, keagamaan mereka, profesi mereka akan rentan, mudah membelok ke arah yang tidak benar.

Bangsa Indonesia, 90% kehidupannya tidak disertai kiat membaca buku dan menulis buku. Oleh karena itu menjadi bangsa yang hidupnya rentan, menjalani hidup miskin, bodoh dan tidak berdaya, bahkan sesat. Untuk mengatasi hal ini, jalan satu-satunya adalah mencerdaskan bangsa. Yaitu membudayakan putra bangsa MEMBACA BUKU DAN MENULIS BUKU.

Seorang guru SD, PNS, telah mengajar selama 15 tahun dengan baik, hampir kehilangan profesinya ketika ia harus kuliah lagi, gagal karena ia tidak bisa menyusun kalimat tertulisnya untuk membuat skripsinya. Karena guru tersebut tidak punya budaya membaca buku dan menulis buku.

Puluhan tahun yang lalu terpampang tulisan ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI, dijajakan dari propinsi ke propinsi lain dengan ejaan bahasa Indonesia yang salah. Pada hal pembuat peraturan itu maupun penulisnya, bukanlah orang bodoh, miskin dan tidak berdaya (punya kekuasaan). Tetapi menyesatkan pengguna bahasa Indonesia, karena mereka itu (yang membuat peraturan atau yang menulis) tidak punya budaya membaca buku dan menulis buku.

Begitu juga teks iklan atau judul sinetron di televisi, antara lain DIANTARA DUA PILIHAN yang ditayangan beberapa tahun lalu, penulisnya bukan orang yang bodoh, miskin, tak berdaya. Tetapi karena tidak punya budaya membaca buku dan menulis buku, mereka menyebarkan ejaan bahasa Indonesia yang salah.

Pada hal, kalau kita mengamati brosur atau majalah bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh kedutaan atau konsulat asing, hampir tidak ada salah eja. Ya, karena mereka itu memang punya budaya membaca buku dan menulis buku. Membaca buku dan menulis buku sudah menjadi kiatnya dalam menjalankan profesi hidupnya jadi duta maupun konsul. (Alangkah malunya kalau duta kita membuat brosur bahasa negeri tempat dia bekerja dengan ejaan salah. Sungguh, membaca buku dan menulis buku, menjadi kiat hidup modern di negeri mana pun abad ini).

Membaca buku dan menulis buku, sebenarnya sudah menjadi kiat kehidupan modern sejak Plato (428 – 347 SM) mendirikan Academus (akademi). Plato adalah murid Socrates (470-399 SM). Socrates adalah seorang filosof yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap pemikiran Eropa, yang kemudian dihukum mati minum racun cemara oleh pengadilan Athena karena mempertahankan misi filosofnya. Misi Socrates tidak akan berhasil karena segala ilmunya tidak pernah sebaris pun ditulisnya. Plato berusia 29 tahun ketika Socrates minum racun cemara. Plato menulis karya Socrates Aplogi, yang semula hanya diucapkan lisan dalam bentuk dialog oleh Socrates, dan juga oleh tulisan-tulisan Plato lainnya, maka misi Socrates berhasil mempengaruhi pemikiran Eropa selama 2500 taun ini. Karena pemikiran Socrates ditulis oleh Plato, dari tulisan Plato itu bisa dibaca, dipelajari, disawalakan dan menjadi kiat hidup orang-orang sesudahnya, meskipun Plato menuliskannya setelah Socrates tewas dihukum minum racun di hadapan teman-temannya. Socrates sebenarnya bisa terhindar dari hukuman mati minum racun, yaitu mau keluar dari Athena, seperti halnya filosof Anaxagoras. Anaxagoras (500-428 SM) dihukum oleh pengadilan Athena karena menyalahi kepercayaan orang Athena, yaitu mengatakan bahwa matahari bukanlah dewa, melainkan sebuah batu merah panas yang lebih besar dari seluruh jazirah Peloponesia. Dia dihukum mati, atau keluar dari Athena. Anaxagoras memilih keluar dari Athena. Dia memang bukan orang kelahiran Athena, baru masuk ke Athena ketika umur 40 tahun. Tetapi Socrates memilih mati minum racun, demi kebenaran pemikirannya dan untuk tanahairnya (Socrates dilahirkan di Athena).

Hal yang hampir serupa juga menjadi catatan sejarah dengan kasus Yesus, yang matinya juga dihukum. Kita tidak dapat merasa yakin bahwa Yesus dalam sejarahnya benar-benar mengucapkan kata-kata yang dituliskan oleh Matias dan Lukas berasal darinya. Dengan ditulisnya oleh Matias dan Lukas, maka misi Yesus berhasil seperti sekarang ini. Begitu pula Muhammad, nabi yang buta huruf, “syair-syairnya” yang diucapkan menjadi ayat-ayat suci, ketika Muhammad menyuruh seorang tawanan perangnya menulis “syair-syairnya” yang diucapkan tadi, kemudian tulisan tadi menjadi al-Qur’an, selanjutnya disuruh ikrok, disuruh baca oleh para penganutnya atau siapa saja, abadi, terpelihara, menjadi tuntunan hidup yang benar. (Namun 90% lebih orang Indonesia menganut agamanya hanya dari kepekaan indrawinya, yaitu hanya dari mendengar dan melihat, tidak dari membaca buku dan menulis buku, sehingga mereka itu rentan hidupnya, mudah tersesat).

Jadi sekali lagi, kiat hidup modern tidak bisa lagi hanya ditopang oleh kekuatan indrawi atau kodrat. Tetapi harus disanggari dengan ilmu hidup yang diperoleh, direkam, dilestarikan, dikuasai, digunakan dari membaca buku dan menulis buku.
Oleh karena itu, untuk menjadikan bahasa Indonesia menjadi kiat kehidupan bangsa, hendaknya jangan hanya bersifat verbal atau lisan saja, jangan hanya jadi bahasa pengantar di sekolah saja, tetapi sejak masuk sekolah putra bangsa harus diajari terus-menerus membaca buku dan menulis buku. Sehingga membaca buku dan menulis buku jadi budayanya, jadi kiat kehidupannya (kurikulum pelajarannya untuk klas 1 – 3 SD, 75% hanya untuk membaca buku dan menulis buku, klas 4 SD 50%, klas 5 SD 30%, klas 6 SD – klas 3 SMA 25% pelajaran membaca buku dan menulis buku, di PT 90% membaca buku dan menulis buku). Dalam Undang-Undang Kebahasaan hal ini juga harus ditegaskan putra bangsa harus DIBUDAYAKAN MEMBACA BUKU DAN MENULIS BUKU (bahasa Indonesia khususnya). Untuk membudayakan membaca buku dan menulis buku, putra bangsa harus sejak masuk sekolah dasar hingga perguruan tinggi terus-menerus dilatih, dibiasakan, dibudayakan membaca buku dan menulis buku bahasa Indonesia. (Di negara-negara maju yang lain juga begitu, anak diajari membaca buku dan menulis buku sejak masuk sekolah. Membaca buku dan menulis buku adalah hal yang terpenting anak masuk sekolah, karena membaca buku dan menulis buku adalah kiat mengarungi hidup modern).

Sekarang televisi menjadi guru besar budaya bangsa. Sangat mudah disemak, dimaknai, ditiru oleh putra bangsa sehingga mengukir jiwanya, membentuk budayanya, pekertinya, wataknya, gaya bahasanya, impian gaya hidupnya. Sayangnya dalam hal perbahasaan Indonesia, tokoh-tokohnya di gambar televisi yang muda, cantik, kaya, kuasa dan jadi panutan penontonnya itu sering berbicara dengan bahasa yang seronok, atau merendahkan akidah bahasa Indonesia. Misalnya kata “cewek”, “gue”, “temenin”. Coba bandingkan dengan telenovela, kisah asing (Brasil, Mexico, Korea) yang dialihsuarakan. Para pemain telenovela (orang asing, orang bule, orang sipit) juga sehat, cantik, cerdas, yang semua sifat mereka itu juga diungkapkan dalam berbicara bahasa Indonesia yang baik, intelek, eksekutip dan tidak kampungan. Dari menonton telenovela tampak sekali di negara-negara maju yang orangnya sehat dan cerdas, bahasa Indonesia mereka (hasil alihsuara) juga sehat dan cerdas. Bahasa Indonesia bisa digunakan oleh orang-orang cerdas asal digunakan dengan benar. Dalam alih suara dari cerita asing tidak pernah terucapkan kata “cewek”, “gue”, “temenin”. Gambar orang asing yang sehat, cantik, berpikir cerdas itu sangat kentara dari bicara bahasa Indonesianya tadi.
Untuk mencegah kemerosotan ini, saya kira sensor terhadap penggunaan ucapan “cewek”, “gue”, “temenin” dan semacamnya itu harus diperketat, misalnya dihapus ketika diucapkan atau dicekal-tayangkan sekalian. Ini bukan tindakan pemberangusan kreativitas, melainkan memberlakukan adanya undang-undang kebahasaan.

Mengamati sangat abainya bangsa Indonesia terhadap bahasa Indonesia, agar undang-undang kebahasaan lebih mempunyai makna, saya kira perlu beberapa kalimat dalam undang-undang kebahasaan dicantumkan dalam sumpah jabatan pegawai negeri dan/atau pejabat penyelenggara negara. Misalnya untuk menekankan berlakunya Pasal 19 ayat (1) dan (2), tentang nama bangunan/gedung, jalan, nama pemukiman, dan lain-lain. Dengan dicantumkan dalam sumpah jabatan, maka izin memberikan nama yang tidak melaksanakan pasal ini menjadi tanggung jawab semua pegawai negeri dan pejabat yang berwenang yang disumpah.

Demikianlah beberapa usul saya menanggapi rancangan Undang-Undang Kebahasaan.

Surabaya, 17 Agustus 2007.

Tags:

0 comments to "BAHASA INDONESIA HARUS JADI KIAT KEHIDUPAN MODERN"

Leave a comment